Kamis, 16 Desember 2010

kohistik care dan etika dan moral serta masalah dalam keperawatan

Etika Keperawatan

Definisi

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain.

Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.

Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu.

Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

TIPE-TIPE ETIK

a. Bioetik

Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.

Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan

Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan

b. Clinical ethics/Etik klinik

Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.

Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).

c. Nursing ethics/Etik Perawatan

Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik.

TEORI ETIK

a. Utilitarian

Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat tindakan Contoh : Mempertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat menyebabkan hal yang tidak menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi pada dasarnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.

b. Deontologi

Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.

PRINSIP-PRINSIP ETIK

a. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

c. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

e. Kejujuran (Veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.

f. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

g. Karahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

h. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA

Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.

Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik keperawtan Indonesia :

a. Perawat dan Klien

1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.

3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.

4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.



b. Perawat dan praktek

1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar terus-menerus

2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain

4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

c. Perawat dan masyarakat

Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d. Perawat dan teman sejawat

1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.

e. Perawat dan Profesi

1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan

2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan
3)Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.
Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya mendominasi tenaga kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan konstribusi yang unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang relatif, berkelanjutan, koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai suatu profesi menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang sesuai dengan standart dengan memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik.
lanjut
A. Sejarah Keperawatan
Keperawatan sebagai suatu pekerjaan sudah ada sejak manusia ada di bumi ini, keperawatan terus berkembang sesuai dengan kemajuan peradaban teknologi dan kebudayaan. Konsep keperawatan dari abad ke abad terus berkembang, berikut adalah perkembangan keperawatan di dunia :
1. Mother Instink
Pekerjaan keperawatan sudah ada sejak manusia diciptakan, keperawatan ada sebagai suatu naluri (instink). Setiap manusia pada tahap ini menggunakan akal pikirannya untuk menjaga kesehatan, menggurangi stimulus kurang menyengkan, merawat anak, menyusui anak dan perilaku masih banyak perilaku lainnya.
2. Animisme
Manusia pada tahap ini memiliki keyakinan bahwa keadaan sakit adalah disebabkan oleh arwah/roh halus yang ada pada manusia yang telah meninggal atau pada manusia yang hidup atau pada alam ( batu besar, pohon, gunung, sungai, api, dll). Untuk mengupayakan penyembuhan atau perawatan bagi manusia yang sakit maka roh jahat harus di usir, para dukun mengupayakan proses penyembuhan dengan berusaha mencari pengetahuan tentang roh dari sesuatu yang mempengaruhi kesehatan orang yang sakit. Setelah dirasa mendapatkan kemampuan, para dukun berupaya mengusir roh dengan menggunakan mantra-mantra atau obat-obatan yang berasal dari alam.
3. Keperawatan penyakit akibat kemarahan para dewa
Pada tahap ini manusia sudah memiliki kepercayaan tentang adanya dewa-dewa, manusia yang sakit disebabkan oleh kemarahan dewa. Untuk membantu penyembuhan orang yang sakit dilakukan pemujaan kepada para dewa di tempat pemujaan (kuil), dengan demikian dapat dikatakan bahwa kuil adalah tempat pelayanan kesehatan.
4. Ketabiban
Mulai berkembang kemungkinan sejak ± 14 abad SM, pada masa ini telah dikenal teknik pembidaian, hygiene umum, anatomi manusia.
5. Diakones dan Philantrop
Berkembang sejak ± 400 SM, para diakones memberikan pelayanan perawatan yang diberikan dari rumah ke rumah, tugas mereka adalah membantu pendeta memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pada masa ini merupakan cikal bakal berkembangnya ilmu keperawatan kesehatan masyarakat. Philantop adalah kelompok yang mengasingkan diri dari keramaian dunia, dimana mereka merupakan tenaga inti yang memberikan pelayanan di pusat pelayanan kesehatan (RS) pada masa itu.
6. Perkembangan ilmu kedokteran Islam
Pada tahun 632 Masehi, Agama Islam melalui Nabi Muhamad SAW dan para pengikutnya menyebarkan agama Islam keseluruh pelosok dunia. Selain menyebarkan ajaran agama beliau juga menyebarkan ilmu pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan pengobatan terhadap penyakit (kedokteran).
7. Perawat terdidik ( 600 – 1583 )
Pada masa ini pendidikan keperawatan mulai muncul, dimana program itu menghasilkan perawat-perawat terdidik. Pendidikan keperawatan diawali di Hotel Dien dan Lion Prancis yang kemudian berkembang menjadi rumah sakit terbesar disana. Pada awalnya perawat terdidik diseleksi dari para pengikut agama dimana tenaga mereka diperbantukan dalam kegiatan perawatan paska terjadinya perang salib. Tokoh perawat yang terkenal pada saat (1182 – 1226) itu adalah St Fransiscas dari Asisi Italia.
8. Perawat Profesional (abad 18 – 19)
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat sejak abad ini termasuk ilmu kedokteran dan keperawatan. Florence Nightingale (1820-1910) adalah tokoh yang berjasa dalam pengembangan ilmu keperawatan, beliau mendirikan sekolah keperawatan moderen pada tahun 1960 di RS St. Thomas di London.
Melihat perkembangan keperawatan di dunia dengan kemajuannya dari tahap yang paling klasik sampai dengan terciptanya tenaga keperawatan yang professional dan diakui oleh dunia internasional tentu dapat dijadikan cerminan bagi perkembangan keperawatan di Indonesia. Mengikuti perkembangan keperawatan di dunia, keperawatan di Indonesia juga terus berkembang, adapun perkembangannya adalah sebagai berikut :
1. Seperti halnya perkembangan keperawatan di dunia, di Indonesia pada awalnya pelayanan perawatan masih didasarkan pada naluri, kemudian berkembang menjadi aliran animisme, dan orang bijak beragama.
2. Penjaga orang sakit (POS/zieken oppasser)
Sejak masuknya Vereenigge oost Indische Compagine di Indonesia mulai didirikan rumah sakit, Binnen Hospital adalah RS pertama yang didirikan tahun 1799, tenaga kesehatan yang melayani adalah para dokter bedah, tenaga perawat diambil dari putra pertiwi. Pekerjaan perawat pada saat itu bukan pekerjaan dermawan atau intelektual, melainkan pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh prajurit yang bertugas pada kompeni. Tugas perawat pada saat itu adalah memasak dan membersihkan bagsal (domestik work), mengontol pasien, menjaga pasien agar tidak lari/pasien gangguan kejiwaan.
3. Model keperawatan Vokasional (abad 19)
Berkembangnya pendidikan keperawatan non formal, pendidikan diberikan melalui pelatihan-pelatihan model vokasional dan dipadukan dengan latihan kerja.
4. Model keperawatan kuratif (1920)
Pelayanan pengobatan menyeluruh bagi masyarakat dilakukan oleh perawat seperti imunisasi/vaksinasi, dan pengobatan penyakit seksual.
5. Keperawatan semi profesional
Tuntutan kebutuhan akan pelayanan kesehatan (keperawatan) yang bermutu oleh masyarakat, menjadikan tenaga keperawatan dipacu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan. Pendidikan-pendidikan dasar keperawatan dengan sistem magang selama 4 tahun bagi lulusan sekolah dasar mulai bermunculan.
6. Keperawatan preventif
Pemerintahan belana menganggap perlunya hygiene dan sanitasi serta penyuluhan dalam upaya pencegahan dan pengendalian wabah, pemerintah juga menyadari bahwa tindakan kuratif hanya berdampak minimal bagi masyarakat dan hanya ditujukan bagi mereka yang sakit. Pada tahun 1937 didirikan sekolah mantri higene di Purwokerto, pendidikan ini terfokus pada pelayanan kesehatan lingkungan dan bukan merupakan pengobatan.
7. Menuju keperawatan profesional
sejak Indonesia merdeka (1945) perkembangan keperawatan mulai nyata dengan berdirinya sekolah pengatur rawat (SPR) dan sekolah bidan di RS besar yang bertujuan untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pendidikan itu diberuntukan bagi mereka lulusan SLTP ditambah pendidikan selama 3 tahun, disamping itu juga didirikan sekolah bagi guru perawat dan bidan untuk menjadi guru di SPR. Perkembangan keperawatan semakin nyata dengan didirikannya organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 1974.
8. Keperawatan profesional
Melalui lokakarya nasional keprawatan dengan kerjasama antara Depdikbud RI, Depkes RI dan DPP PPNI, ditetapkan definisi, tugas, fungsi dan kompetensi tenaga perawat professional di Indonesia. Diilhami dari hasil lokakarya itu maka didirikanlah akademi keperawatan, kemudian disusul pendirian PSIK FK-UI (1985) dan kemudian didirikan pula program paska sarjana (1999).
B. Pengertian Keperawatan
Pada lokakarya nasional 1983 telah disepakati pengertian keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Florence Nightingale (1895) mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien alam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak.
Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
C. Definisi Perawat
Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
Tyalor C Lillis C Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
Definisi perawat menurut ICN (international council of nursing) tahun 1965, perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
D. Tren Keperawatan
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik secara mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sangat penting dalam terwujudnya pelayanan keperawatan professional. Nilai professional yang melandasi praktik keperawatan dapat di kelompokkan dalam :
1. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari
a. Body of Knowledge
b. Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
c. Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif.
2. Nilai komitmen moral
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan kode etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters (1989) pelayanan professional terhadap masyarakat memerlukan integritas, komitmen moral dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a. Beneficience
selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994)
b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
c. Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu), selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien.
3. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan tindakan secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan diri sendiri yang berarti bahwa perawat memiliki kendali terhadap fungsi mereka. Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung jawab serta tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai pengatur dan penentu diri sendiri.
Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus ada kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan tanggung jawab anggota profesi.
Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien.
TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY)
DAN TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY) PERAWAT
DALAM SUDUT PANDANG ETIK
By. Iyus Yosep, SKp., MSi
TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY)
A. Pengertian Responsibility (Barbara kozier dalam Fundamental of nursing 1983:25)
Responsibility means : Reliability and thrustworthiness. This attribute indicates that the
professional nurse carries out required nursing activities conscientiously and that nurse’s
actions are honestly reported (Koziers, 1983:25)
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini
menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan
perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan
memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya.
Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak
yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan
kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.
Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya :
1. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset)
Contoh : “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti
balutan atau mengganti spreinya”.
2. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan
penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay). Misalnya ;
“Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan darurat sehingga
harus meninggalkan bapak sejenak”.
3. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan perilaku
perawat. misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.
4. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the patiens
desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat misalnya “Coba ibu jelaskan
bagaimana perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila perawat berorientasi pada
kepentingan perawat ; “ Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu banyak,
dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”
5. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina (derogatory)
misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding pasien
yang tadi”
6. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien
(see the patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap bijaksana saat klien
menyatakan bahwa obatnya tidak cocok atau diagnosanya mungkin salah.
B. Pengertian Tanggung jawab perawat menurut ANA
Responsibility adalah : Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang
berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam Pengetahuan, Sikap
dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).
Menurut pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan
ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya
hukum mengatur apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah,
melakukan pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima
hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum.
C. Pengertian Responsibility menurut Berten , (1993:133)
Responsibility : Keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak. mengelak
serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif atau prosfektif (Bertens,
1993:133).
Berdasarkan pengertain di atas tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan memberikan
jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang
akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan sengaja memasang alat
kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak
akan punya keturunan padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara
retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat tersebut diangap
benar menurut pertimbangan medis.
D. Jenis tanggung jawab perawat
Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya)
2. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat)
3. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan
atasan)
E. Tanggung jawab perawat terhadap Tuhannya saat merawat klien
Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat yang paling utama adalah
tanggung jawab di hadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan
dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan. Dalam sudut pandang Etik pertanggung
jawaban perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini ;
1. Apakah perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Allah ?
2. Apakah perawat mendo’akan klien selama dirawat dan memohon kepada Allah untuk
kesembuhannya ?
3. Apakah perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
4. Apakah perawat menjelaskan mafaat do’a untuk kesembuhannya ?
5. Apakah perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
6. Apakah perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
7. Apakah perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?
F. Tanggung Jawab (Responsibility)perawat terhadap klien.
Tanggung jawab merupakan aspek penting dalam etika perawat. Tanggung jawab adalah
kesediaan seseorang untuk menyiapkan diri dalam menghadapi resiko terburuk sekalipun,
memberikan kompensasi atau informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam
melaksanakan tugas.
Tanggung jawab seringkali bersipat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada perilaku
perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap klien
berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya.
Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama
melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak
dalam rangka tugas atau tidak sedang meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertangung
jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsi
yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa
melaksanakan tugas-tugasnya.
Contoh bentuk tanggung jawab perawat selama dinas; mengenal kondisi kliennya,
melakukan operan, memberikan perawatan selama jam dinas, tanggung jawab dalam
mendokumentasikan, bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yang
sesuai dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau pulang
tanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba tensinya drop tanpa
sepengetahuan perawat. dsb.
Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara
umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan
perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati
(cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi
lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perwat
seperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan dengan siapa yang
memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian
obat maka perawat harus turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada
pemberi tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior.
Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat
bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum melakukan
pendelegasian seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat
pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan
dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami
tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia. Konsep
Kebutuhan dasar yang paling terkenal salah satunya menurut Maslow sebagai berikut :
Gambar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow.
Berdasarkan konsep kebutuhan dasar tersebut, perawat memegang tanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan dasar klien. Perawat diharapkan memandang klien sebagai mahluk unik
yang komprehensif dalam memberikan perawatan. Komprehensif artinya dalam memenuhi
kebutuhan dasar klien, tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau
Belonging/loving Need
Self
Actualization
Self Esteem
Safety/ Security Need
Physiologies Need
psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. sebagai contoh ketika
merawat klien fraktur perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan istirahat, rasa nyaman dan
terhindar dari nyeri (sleep and comport need), tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang
berdampak pada gangguan psikologisnya seperti cemas, takut, sedih, terasing sebagai dampak
dari fraktur, atau masalah-masalah sosial seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada keluarga, terpisah
dari teman, sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka pada Allah, tidak mau berdo’a dan
perasaan berdosa.
Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam
pandangan etika keperawatan perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugastugasnya
terutama keharusan memandang manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik. Utuh
artinya memiliki kebutuhan dasar yang kompleks dan saling berkaitan antara kebutuhan satu
dengan lainnya, unik artinya setiap individu bersipat khas dan tidak bisa disamakan dengan
individu lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki
riwayat kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan, pengalaman
traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang
berbeda-beda dikenal dengan Ability to know Life span History dan kemampuan perawat dalam
memandang individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan Holistic.
G. Tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat dan atasan
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat atau
atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Membuat pencatatan yang lengkap (pendokumentasian) tentang kapan melakukan tindakan
keperawatan, berapa kali, dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya
perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan vena brchialis, dan pemberian
cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00.
keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m
S=37C.kemudian dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat.
2. Mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang belum mampu atau belum
mahir melakukannya. Misalnya perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat
yang sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan, perawat baru dilatih oleh
perawat senior yang sudah mahir, meskipun secara akademik sudah dinyatakan kompeten
tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi khusus.
3. Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar.
Perawat bertanggung jawab bila perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat,
mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di
luar prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang
NGT tanpa menjaga sterilitas.
4. Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami klien. Bila terjadi
gugatan akibat kasus-kasus malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan
diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over dosis
dsb. Perawat berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan bukti-bukti yang
memadai.
TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY)
Acountability : The Nurse participates in making decisions and learns to live with these decisions
(Barbara Kozier, Fundamental of Nursing 1983:7, 25, ). Means being answerable Nurses have to
be answerable for all their professional activities. They must be able to explain their professional
action and accept responsibility for them. Three question naturally arise
1. To whom the nurse accountable?
2. For what the nurse accountable?
3. By what criteria is accountable measured ?
Akontabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan
dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki
tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus
mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan
dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1. Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
3. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
1. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan
sebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai
profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan sebagai anggota
team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai
contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan
kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang
diberikan yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit. Dalam contoh tersebut perawat
memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai
dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi atau
diukur kinerjanya.
3. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusun
standar yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang
dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum.baik itu dalam input, proses atau
outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar melalui 5 tahap yaitu.
Mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air mengalir selama 3 kali
dsb.
MASALAH ETIK DAN MORAL DALAM KEPERAWATAN
Menurut Rosdahal, 1999: 45-46, masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam praktek
keperawatan professional meliputi :
Organ transplantation (transplantasi organ).
Banyak sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap klien yang
membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF (chronic Renal
Failure), ginjal dari donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima (recipient). Masalah etik
yang muncul adalah apakah organ donor bisa diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor
untuk hidup sehat dan sempurna, apakah kita tidak berkewajiban untuk menolong orang yang
membutuhkan padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah si penerima berhak untuk
mendapatkan organ orang lain, bagaiman dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai
dengan kode etik profesi?, bagaimana dengan organ orang yang sudah meninggal, apakah
diperbolehkan orang mati diambil organnya?. Semua penelaahan donor organ harus diteliti
dengan kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa terdiri atas
pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar hukum atau pakar ilmu sosial.
Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut.
Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok anatara Donor dan
resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus dipastikan
apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih berjalan dengan baik dan belum
mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan dengan isu mati klinis dan informed
consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau
keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar dikemudian hari tidak ada masalah hukum.
Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya
perangkat hokum dan undang-undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di
luar negeri sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di
Singapur, China atau Hongkong.
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindhan organ tubuh yang
mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
berfungsidengan baik, yangapabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien
untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko
bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege: Untuk tipe ini
pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat Bantu
pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organselesai. Penentuan
criteria mat secra yuridis dan medis harus jelas. Apakah criteria mati itu ditandai dengan
berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi otak?, masalah etik ini
gharus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari dokter tidak digugat ssebagi
pembunuh berencana oleh keluarga bersangkitan sehubugan dengan praktek transplantasi
itu.
3. Donor dalam keadaan mati; Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secra medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secra medis dan yuridis.
Dalam pandangan etik normatik (yang bersumber dari agam), transplantasi organ tubuh
termasuk masalah ijtihad, karena tidak terdapat hukumnya secra eksplisit dalam Al-Qur’an
dan Sunah. Masalah ini termasuk masalah kompleks yang harus ditanmgani oleh
multidisipliner (kedokteran, biologi, hokum, etika, agama). Pandangan keperawatan Islam
terhadap tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat seperti mata, ginjal, jantung, korne
mata, sangat dilarang hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-baqarah ayat 195 “ dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. “ menghindari kerusakan
harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”. Artinya menolong orang dengan cara
mengorbankan dirinya sendiri yabg berakibat fatal bagi dirinya tidak diperbolehkan.
Pandangan keperawatan islam terhadap donor tipe 2 ; apabila pencangkokan pada mata,
ginjal, jantung, dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang
karena ia telah membuat mudarat kepada donor yang menyebebakan mempercepat
kematiannya. Hal ini sesuai dengan Hadit Riwayat malik : “Tidak boleh ,membuat mudarat
pada dirinya dan tidak boleh membikin mudarat pada orang lain”.
Apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari donor yang telah meninggal atau
tipe 3, secara yuridis dan klinis, maka Islam membolehkan dengan syarat :
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya
setelah menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikan
Determination of clinical death (perkiraan kematian klinis)
Masalah etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya seseorang secara klinis. Banyak
kontroversi cirri-ciri dalam menentukan mati klinis. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan organorgan
klien yang dianggap sudah meninggal secra klinis. Menurut rosdahl (1999), criteria
kematian klinis (brain death) di beberapa Negara Amerika ditentukan sebagai berikut :
Penghentian nafas setlah berhentinya pernafasan artifisalselama 3 menit (inspirasi-ekspiorsai)
Berhentinya denyut jantung tanpa stikulus eksternal
Tidak ada respon verbal dan non verbal terhadap sti,ulus eksternal
Hilangnya refleks-refleks (cephalic reflexes)
Pupil dilatasi
Hilangnya fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG
Quality of Life (kualitas dalam kehidupan)
Masalah kulitas kehidupan sering kali menjadi masalah etik. Hal ini mendasari tim kesehtan
untuk mengambil keputusan etis. Apakah seorang klien harus mendapatkan intervensi atau tidak.
Sebagai contoh bagaiamana bila di suatu tempat tidak ada donor yang bersedia dan tidak ada
tenaga ahli yang dapat memberikan tindakan tertentu?. Siapa yang berhak memutuskan tindakan
keperawatan pada klien yang mengalami koma. Siapa boleh memutuskan untuk menghentikan
resusitasi?, Beberapa hal berikut dapat dijadikan pertimbngan misalnya apabila klien sudah
memapu untk bekerja, apabila klien sudah berfungsi secra fisik, berdasarkan usia, berdasarkan
mafaat terhadap masyarakat, berdasarkan kepuasaan atau kegembiraan klien, kemaampuan
untyuk menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien terdekat atau penaggung jawab klien.
Contoh kasus apakah klien TBC tetap klita Bantu untuk minum obat padahal ia masih
mampu untuk bekerja?, kalau ada dua klien bersamaan yang membutuhkan satu alat siapa yang
didahulukan ?, Apabila banyak klien lain membutuhkan alat tetapi alat tersebut sedang digunakan
oleh klien orang kaya yang tidak ada harapan sembuh apa yang harus dilakukan perawat ?,
aapabila klien kanker merasa gembira untuk tidak meneruskan pengobatan bagaiaman sikap
perawat?, Bila klien harus segera amputasi tetapi klien tidak sadar siapakah yang harus
memutuskan?.
Ethical issues in treatment (isu masalah etik dalam tindakan keperawatan)
Apabila ada tindakan yang membutuhkan biaya besar apakah tindakan tersebut tetap dilakukan
meslipun klien tersebut tidak mampu dan tidak mau ?, apabila tim kesehatan yang memutuskan
maka hal ini dikenal dengan mencari keuntungan atau berbuat kerusakan (Beneficience), Apabila
klien yang memutuskan maka hal ini mungkin termasuk hak otonomi klien (autonomy),
dapatkah klien menolak sesuatu. Masalah-masalah etik yang sering muncul seperti :
- Klien menolak pengobatan atau tindakan yang direkomendasikan (refusal of
treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak NGT, menolak
dipasang kateter
- Klien menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung (withdrawl of
treatment)misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada kanker
- Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak akada donor
atau keluarga menolak misalnya transplantasi ginjal aatau cangkok jantung.
Euthanasia (masalah mengakhiri kehidupan dengan maksud menolong)
Euthanasia sering disebut dengan “Mercy Killing” yang diartikan sebagai sutu cara mengambil
kehidupan klien untuk menghentikan penderitaan yang dihadapi klien tersebut. Hal ini dapat pula
diartikan sebagai proses pengunduran diri atau menghentikan intervensi tertentu dalan keadan
kritis dengan maksud untuk mengurangi penderitaan klien. Terminology lain yang digunakan
adalah “assited suicide” dimana pandangan hokum di Negara barat terhadap kasus ini berbedabeda.
Di Indonesia euthanasia Killing mutlak tidak diperbolehkan dengan alas an apapun.
Sebenaranya dalam pandangan etika normatif, kelahiran, kematian, jodoh, rezeki adalah
ketetapan Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Baqarah (2) : 28
“Mengapa kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu tadinya benda mati, lalu Allah
menghidupkanmu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, selanjutnya kepada-
Nya lah kamu dikembalikan”
As-Sajdah (32) : 9
“Lalu disempurnakan-Nya kejadiannya, ditiupkan-Nya ruh ciptaan-Nya kepada tubuh dan
dilengkapi-Nya kamu dengan pendengaran, penglihatan dan pemikiran. Namun sedikit sekali
kamu yang bersyukur”
Dalam pandangan etika normative, Masalah kematian dan hidup manusia telah diprogram oleh
Allah. Manusia asalnya segumpal darah kemudian berubah sebagai janin hidup dalam kandungan
ibu sampai mencapai waktu lahir (36/37 minggu). Kemudian Allah menetapkan kelahirannya.
Selanjutnya dipelihara dan dibesarkan (diberi rizki) oleh Allah, ditetapkan jodohnya menjadi
orang tua menuju kematian. Melakukan bunuh diri atau mengakhiri hidup di luar ketentuan Allah
adalah dosa besar yang bertentangan dengan etika formal dan etika normatif.

Masalah etik secara umum
Menurut Taylor (1997), masalah etik yang sering terjadi secara umum dapat dibagai menjadi tiga
kelompok
1. Masalah etik perawat-klien (nurses and clients)
Paternalism (masalah budaya paternal)
Masalah etik perawat klien sering terjadi karena faktor paternalism. Misalnya pada saat klien
harus diisolasi atau dilakukan restrain terjadi konflik karena klien lansia menolak untuk
didampingi perawat. padahal keluarnya klien dari kamar dianggap mengancam jiwa dan dan
keselamatan fisiknya. Tetapi dalam hal ini perawat menganggap penghormatan kepada klien
sebagai orang tua adalah lebih utama terutama dalam budaya paternalistik.
Deception (membohongi klien)
Misalnya pada saat klien post op bertanya kepada siwa tentang siapa yang akan memberikan
injeksi intramuscular penghilang sakit, maka siswa menjadi cemas karena hal ini pertama kali
ia lakukan. Tepai perawat mengatakan bahwa siswa tersebut sering melakukan injeksi pada
klien post op.
Confidentiality (masalah kepercayaan klien)
Klien menangis dan menyatakan bahwa ia sudah tidak punya uang untuk membayar
pengobatan karena ia masuk RS dibawa polisi, apabila perawat percaya dan menolong klien
untuk membebaskan dari biaya pengobatan apakah ini sesuai dengan kaidah etik?, kalau
perawat membiarkan tidak menolong apapakah sesuai dengan kaidah etik ?
Allocation of Scarce Nursing resources (masalah membagi perhatian perawat)
Saat dinas malam jam 13.00 perawat sedang sibuk memasang infus klien dehidrasi berat dan
memberikan injeksi Sulfas atropine tiap 15 menit kepada klien keracunan pestisida. Saat
bersamaan datang klien Ca mammae kesakitan dank lien serangan jantung kepada klien
manakah tenaga dan pikiran perawat di fokuskan?
informed consent (masalah pemberian informasi pada klien)
Seorang dokter res diden menganjurkan perawat untuk segera menyuntikan analgetik pada
pada spinal klien karena klien sangat kesakitan, sementara dokter tersebut sedang sibuk
melakukan punksi pada tulang belakang klien, apakah perawat akan melakukan ini tanpa
memberikan informed consent terlebih dahulu ?
Conflicts betweent the client’s and nurses’s interest (Masalah konflik klien dan tata nilai
perawat)
Saat perawat melakukan test HIV AIDs pada klien, perawat menolak karena ia sedang hamil
dan takut bayinya tertular HIV AIDs.
2. Masalah etik perawat-dokter (nurses and physicians)
Disagreement about proposed medical regiment (Tidak setuju dengan pengobatan yang
disanakan dokter)
Dalam pengalaman klien bahwa obat penicillin yang diresepkean dokter seringkali
menimbiulkan alergi pada sebagaian besar klien, saat dokter memebrikan terapi yang sama
maka perawat menolak memberikan karena biasanya klien akan komplain kepada perawat
(The nurse Role conflicts) Konflik masalah peran dan fungsi perawat
Dib alai pengobatan perawat biasa melakukan sirkumsisi, operasi kecil dan pemberian cairan
infuse, padahal menurut undang-undang kesehatan dokter memklaim bahwa tibdakan tersebut
hanya boleh dilakukan oleh dokter. Padahal dokter jarng ada di tempat saat terapi harus
diberikan
Physician incompetence (Dokter yang tidak kompeten)
Dalam suatu Rumah Sakit ditempatkan seprang dokter yang belum mahir mengambil darah
dan memasang infus, hal ini menyebabkab ketidaknyamanan pada klien. Dalam kasus lain
dokter bedah baru menyebabkan lambanya proses operasi sehingga klien mengajukan
komplain kepada perawat.
3. perawat dengan institusi dan kebijakan public (nurses and institusional, public policy)
short staffing (terbatasnya tenaga perawat)
Terbatasnya tenaga perawat di puskesmas pembantu atau di wilayah terpencil
menyebabkan perawat melakukan semua aktivitas sendirian, mulai dari anamnesa,
diagnosa, pengobatan, perawatan, rehabilitasi sampai penyuluhan.
healthcare rationing (rasio tenaga keshatan)
terbatasnya tenaga kesehatan menyebabkan ternbatasnya pelayanan perawat kepada
masyarakat daerha terpencil, terutama bila terjadi wabah atau bencana alam, di sisi lain
peran perawat untuk menjamin kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secra optimal
4. Masalah etik perawat dengan komisi etik (nuses and Ethics Committees)
Fungsi komisi etik adalah untuk pendidikan, membuat keputusan, melakukan peninjauan
kasus, dan sebagai konsultasi atau rujukan akhir. Komisi ini sangat penrting sebab
beranggotakan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan ahli di bidangnya masingmasing.
mereka memilki kemampuan untuk berdiskusi dan melakukan sharing. Banyak
peran perawat sebagai client advocate bersuara secra unik dalam forum ini dengan
maksud untuk membela kepentingan klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar